Gambar enggak relevan sama konten, hehehe. Dari http://bit.ly/MYp8iO |
:: Untuk
kawan-kawan yang sedang menyuntuki penerbitan majalah. Dan terutama untuk Pemrednya yang sebenarnya aku benci kepribadiannya.
SIAPA sih yang enggak pernah dibenci?
Itu sama normalnya dengan membenci. Kamu
enggak pernah membenci? Oke, kamu pantas jadi santo atau santa.
Jujur ya, aku mustahil kasih kamu nasihat
ideal seperti “Coba introspeksi diri, cari tahu apa yang bikin kamu merasa
begitu” atau “yang sabar ya”. Wah, kalau sabar, udah keburu mati. Haha. (Tapi
sabar tetap akan dibahas belakangan).
Kupikir kita agak mirip: cenderung
individualis. Udahlah, cuek aja kalau kamu merasa
dibenci (sekali lagi “merasa” patut dimiringkan). Kamu kan punya ekspektasi
sendiri buat pencapaian diri. Kamu punya jabatan. Mungkin di rumah itu, jabatan
itu kesannya kadang agak trivial. Tapi yakinlah, ketika kamu udah keluar,
jabatan itu akan jadi sebegitu bergengsinya (“Wah, dulu Pemred-nya EKSPRESI,
ya?”). Dan ketika pertanyaan dari orang luar macam demikian menyambar kamu, besok
saat kamu sudah selesai, kamu akan merasa menyesal sekali, malu sekali, dan
sungguh tertekan bila selama kamu di EKSPRESI, kamu enggak belajar banyak cuma
karena merasa dibenci. Kamu harus
paham, EKSPRESI itu nama yang besaaaar. Dan pemred adalah jabatan yang besaaar
juga. Besar tanggung jawabnya, yang—otomatis—juga berarti harus siap makan hati
setiap saat.
Tahun lalu, kita di EKSPRESI punya ekspektasi
agung bareng: bikin majalah yang bagus biar juara Gatra. Kamu pasti masih ingat
betapa manisnya khayalan kita semua tahun lalu kalau dapat juara 1 dan diberi
hibah uang 10 juta rupiah: ada yang ingin pasang AC di EKSPRESI, ada yang ingin
punya dispenser yang ada air dinginnya, si Nisrina malah parah banget: dia
pengen beli mesin cetak biar kita bisa cetak apapun sendiri. Lucu ya. Kita
semua senang dengan khayalan omong kosong itu. Kita jadi kayak anak kecil yang
percaya Pinokio atau Dewi Nawangwulan itu benar ada.
Ada kalanya kita butuh leitmotiv bersama. Leitmotiv
yang lebih praktis ketimbang “bikin majalah yang mengguncang Indonesia”, misalnya.
Ya, begitulah jadi pemimpin, harus sekalian jadi motivator. Dan pemimpin yang
enggak bisa memotivasi sebenarnya agak enggak pantas jadi pemimpin. Haha
(menertawakan diri sendiri).
Kalau memang akhirnya tidak tahan, kamu tahu
muara-muara untuk mengadu: ada post,
ada sahabat, ada Kepsek (yang mestinya selalu bijaksana, hahaha), ada gebetan, dan
ada… teman-temanmu. Teman-teman yang mestinya bareng kamu buat nangis dan
ketawa sama-sama.
Mungkin salat sudah dilupakan, mungkin puasa
tak lagi dijalankan, tapi tak ada salahnya menimbang ini: sabar adalah setengah
iman.
Kalau dipelesetkan,
Sabar adalah setengah tugas pemimpin.
Pemimpin apa saja. Redaktur utama kan pemimpin juga. Redpel pemimpin juga. Bahkan
reporter pun pemimpin, pemimpin untuk dirinya sendiri. Hehe.
Akhirul kalam,
…
Kapan majalahnya terbit? Udah hampir enam
bulan, nih.[]
Addendum:
1. Sebenarnya
aku sedang di depan komputer untuk sesuatu yang lain, tapi kok malah ngetik ini
ya jadinya? Mungkin benar kata temanku, berada di rumah bikin “hati adem”.
Entahlah. Hahaha (tertawa sambil menghirup teh hangat di pukul 11.29).ni cerita
yang diulang, tapi kamu memang harus camkan. Konflik itu tanda orang-orang
bekerja dengan serius. Desta pernah diemin aku selama 6 bulan, 2 tahun yang
lalu, untungnya kamu belum sampai digituin. Telo aku serapahi habis-habisan
tahun lalu. Banyak orang yang berantem kok kalau lagi sibuk. Itu wajaar…
2. Yang tengah
di tahun ketiga, haha, kenapa sih serius sekali. Dinikmatilah tahun
terakhirnya. Sebelum kemudian kalian akan disiksa sepedih-pedihnya oleh post power syndrome… aaargghhh!
hiks.. encik so sweet :')
BalasHapus