20 Juni 2012

Kerja yang Bukan Main

Pieter Brueghel, "Kermesse" (www.homodiscens.com)
DULU, hiburan manusia adalah bekerja. Bekerja bersama alam. Berburu atau menatah dinding gua itu hiburan. Maju sedikit ada hiburan baru: mengecor timah dan besi cair, mencetak manik-manik, dan menempa kapak. Itu hiburan. 

Makna kerja berubah

Nyanyian-nyanyian ditemukan, kisah-kisah pahlawan dilagukan, itu hiburan baru. Dan “bekerja”, menempa besi, membuat perhiasan, senjata, bertani, dan beburu, semua adalah pekerjaan. Dilakukan mau tidak mau untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Ini revolusi bermula setelah munculnya uang. Nyanyian begitu digemari, bahkan mulai menjadi komoditas. Lagu bukan lagi proyek senang-senang yang anonim. Penggubah adalah sebuah profesi. Sebuah pekerjaan menghasilkan uang. 

Socrates luntang-lantung di alun-alun memikirkan macam-macam bukan untuk apa-apa. Hanya kesenangan. Pantas, ia menolak dikatakan bijak, karena jalan menuju kebijakan itu cuma senang-senang tanpa tujuan. Coba ingat, mana Socrates repot-repot menulis buku. Kebijaksanaan adalah urusan masing-masing, bukan pengetahuan yang penting untuk disebarkan.

Tapi berpikir bahkan jadi mode. Mode dalah bahasa Prancis adalah modus dalam bahasa Indonesia. Modus: kecenderungan yang paling sering berulang dalam populasi. Berpikir adalah modus dalam populasi kita. Bisa hasilkan uang. Berpikir bukan lagi proyek senang-senang, tapi sesuatu yang rumit dan membuat stres sehingga manusia butuh hiburan. Di titik ini berpikir telah menjadi bekerja. Aneh bukan, untuk sebuah hiburan (berpikir), kita butuh hiburan lain.

Membuat baju, membaca bahkan sekolah, mulanya adalah senang-senang. Sekolah tadinya cuma kegiatan buat isi waktu luang.

Segala ilmu pengetahuan bermula dari senang-senang. Senang menyelami rasa ingin tahu. Membuat rumah adalah seni. Sebuah kesenangan. Rumah lalu jadi komoditi dan membuat rumah menjadi sebuah pekerjaan menyusun bata dan memaku dinding. Tak ada penciptaan baru. Jemu sekali, semua jadi kering.

Hiburan-hiburan itu, kesenangan-kesenangan itu, terus diproduksi. Lalu berubah menjadi pekerjaan. Mati satu tumbuh satu. 

Kadang, kerjaan bisa ditranslasikan jadi hiburan. Bekerja adalah bersenang-senang, tapi itu (mentranslasikan) adalah sebuah pekerjaan lain. Menyenangkan atau tidak, entahlah.

Addendum: tapi kata Kundera, apakah kita memang menginginkan hidup yang melulu senang-senang? Menurutnya, konsep hedonisme epicurean, meski indah, adalah utopis.

2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar