22 September 2012

Mengapa Blog Masih Berharga?


Ada kalanya angka dan grafik tampak seindah karya Renoir :)

KETIKA simpati bisa dihadirkan semudah satu klik “like” di Facebook, simpati itu lambat laun rasanya jadi kurang bermakna. Dia jadi dangkal.

Ketika penghargaan karya bisa cuma berupa satu kali retweet di Twitter, penghargaan itu sedikit kehilangan prestisenya.

Status hanyalah kuotasi yang dibaca tuntas dalam setengah menit, tweet cuma nukilan argumen yang segera dimengerti—sekaligus dilupakan—dalam 20 detik. Bahkan catatan Facebook terkadang memaksa secara halus—demi sopan santun—orang-orang yang ia tandai untuk menghamburkan simbol sukanya. Apakah seseorang yang menulis mampu puas hati dengan perhatian interim yang tak mengukur apa-apa semacam itu?

Bila iya, ia tak menulis untuk mengabadi. Baginya, scripta volant, verba volant. Yang tertulis dan yang terucap, semua lenyap dihembus angin. Ia menulis untuk tak peduli.

Partisipasi model jejaring sosial tak bisa dipercaya. Gerakan sosial, misalnya. Merlyna Lim mencatat bahwa gerakan sosial di jejaring sosial tak berkelanjutan dalam tindakan nyata. Selama ini hanya dua yang berhasil dan sebenarnya menjadi anomali, yaitu kasus Bibit-Chandra dan koin untuk Prita. Saya sendiri membuktikannya ketika beberapa kali melihat undangan via Fb. Antusiasmenya kerap sangat besar, orang berbondong-bondong mencatatkan nama. Saat perhelatan? Ternyata yang hadir hanya seperlima. Ngeklik selalu lebih mudah ketimbang mengayunkan kaki.

Itulah mengapa blog masih berharga bagi seorang penulis. Cobalah menulis diam-diam. Pada kawan-kawan, kita sekadar sebar alamat rumah tanpa perlu mengabarkan tiap saat, hajat apa saja yang terhelat di hari-harinya. Lalu dalam diam, kita mengintai lewat statistik blog: seberapa banyak tulisan kita yang dikuak hari ini? Berapa persona yang sudi, tanpa diundang, memberikan sedikit rasa peduli pada karya kita.

Di blog, atensi yang diberikan adalah atensi tanpa pamrih. Mirip dengan atensi yang diberikan pada catatan di Facebook yang dibuat tanpa menandai siapapun. Sebab mereka datang tanpa diundang dan jarang sekali menyisakan jejak kejadiran (berupa komentar, misalnya).

—Barangkali pronomina “kita” perlu diganti menjadi “saya”?

Perlu. Terutama jika anda, yang juga menulis untuk blog, tak merasakan kebahagiaan macam milik saya ketika mendapati stastistik blog saya hari ini bertambah, walau hanya dua. Rasa suka yang tak tergambarkan saat melihat daftar tulisan paling banyak dibaca hari ini telah berganti. Gembira macam ini setara dengan kegembiraan saat tulisan dimuat di koran.

Memang perlu. Terutama bila anda yang meski juga gemar menulis sudah cukup puas membuat tweets berpuluh-puluh dan status beratus-ratus yang dihujani retweet dan jempol dari sana-sini.

Di masa yang mana anonimitas sudah tak laku dan gelombang teks datang dari segala arah, pertumbuhan jumlah jejak-jejak tanpa nama yang diterakan statistik blog adalah kusala yang lebih jujur untuk seorang penulis blog. Anugerah mana yang lebih hebat selain hadirnya pembaca bagi seorang blogger yang menulis untuk kesenangan pribadinya?

Saya sebenarnya cuma mau bilang: mengamati statistik blog adalah hobi baru saya. Panjang-lebar di atas alasannya.[]

Purwokerto, 16 Agustus 2012

6 komentar:

  1. Blog akan selalu berharga. Bukan berarti masih. Dia akan selalu. :). Ngomong-ngomong, makasih udah mencantumkan namaku di pinggir blog kamu, Mim. :)

    BalasHapus
  2. Mima, boleh aku minta email dirimu? Aku mau kirim sesuatu :))

    BalasHapus
  3. Tapi nyatanya, Dik, banyak teman-temanku yang dulu rutin ngeblog, setelah ada jejaring sosial jadi jarang menulis. Mungkin buat sebagian orang, blog gak lagi praktis dan efektif (apa perlu bikin penelitian soal ini, ya? Haha). Sama-sama.

    Cek kotak masuk Facebook, ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, Mima, aku udah enggak Facebookan lagi Say. Boleh kirim via email ajah = aku.suka.warna.ungu@gmail.com ? Atau Twitter = @andhikalady..

      Ha iya, bikin penelitian aja. Masukin ke skripsi. :)

      Makasih. :)

      Hapus
  4. Haha ternyata kita punya perasaan yang sama

    BalasHapus